SEPOK! Pulang Pergi Jakarta Naik Kelas Bisnis Garuda. Beberapa waktu lalu aku harus pergi ke Jakarta untuk mengikuti suatu kegiatan. Di kesempatan itulah aku menaiki Garuda Kelas Bisnis. Kesan kita ketika mencoba sesuatu untuk pertama sekali pasti kita merasa 'excited'. Seperti anak kecil yang baru pertama sekali berjalan, dia merasa senang, ada perasaan bangga dalam hatinya. Padahal untuk orang dewasa yang bisa berjalan, itu merupakan hal biasa. Nothing spesial about it. Tulisan ini bukan review kelas bisnis Garuda, tetapi merupakan kesan dan bisa dikatakan sebuah perenungan terkait moment yang singkat ini. Jangan terlalu berharap banyak dulu ya. Walau aku nulis kata 'perenungan', belum tentu kamu akan mendapatkan pelajaran dari sini. Keep reading.
Lounge Business Class Garuda Indonesia Pontianak |
Latar belakang cerita (Udah kayak tesis belum?): Seat untuk Garuda kelas bisnis boeing 737 hanya ada 12 kursi. Artinya, seandainya semua orang yang naik di pesawat itu mampu beli, tidak semua orang akan mendapatkan fasilitas 5 Stars Skytrax atau penerbangan bintang 5. Hanya akan ada dua belas orang yang bisa.
Kronologi Cerita
Check In: Kamu masuk ke bandara. Kamu akan antre di bagian 'check in' yang berbeda dari kebanyakan orang. Ada tulisan Sky Priority kalau di Pontianak. Kalau di Jakarta, Sky Priority tidak selalu berarti untuk bisnis kelas. Check in Garuda di Jakarta itu ada dua line, kamu bisa cari yang khusus bisnis kelas.
Di Pontianak: beberapa mata mulai melirik. Orang mungkin mengira kamu salah antre karena sepertinya tidak mungkin orang seperti kamu naik bisnis kelas Garuda. Jangan kan orang yang antri di sebelah (kelas ekonomi), si petugas 'check in' pun mungkin akan curiga kamu salah masuk antrian. Kamu menyerahkan tiket. Si petugas langsung sumringah sambil ada sedikit rasa bersalah telah meremehkanmu.
Busniness Class Pontianak antri di 'Sky Priority'. Berbeda dengan Jakarta, baris antrian ekonomi dan bisnis beda |
Lounge: Kalau kamu tiket bisnis kelas, kamu jangan duduk di ruang tunggu biasa. Di mana wajah-wajah frustasi orang yang pesawatnya delay akan kamu saksisan. Jangan. Tunggu lah di lounge. Di sana bukan hanya orang-orang yang memiliki tiket bisnis kelas yang bisa masuk, tetapi ada juga yang karena memiliki kartu keanggotaan seperti Platinum Card (Kalau tidak salah).
Aku masuk. Di meja resepsionis petugas langsung berdiri. Dia was-was. Sekali lagi mungkin dia tidak menyangka kalau kamu seseorang yang mampu menaiki bisnis kelas. Dia meminta verisikasi dengan menunjukkan boarding pass. Kamu lolos, kamu duduk di bangku yang lebih empuk, lebih privat, lebih mewah, dibandingkan ruang tunggu biasa. Dengan AC yang juga lebih baik. Di lounge ada makanan berat, kopi, snack, buah-buahan yang bisa kamu makan. Semuanya gratis.
(Cerita tentang prasangka petugas dan 'orang di sebelah' adalah penggambaran yang biasa kamu baca di fiksi)
Pesawat hendak berangkat: Kamu akan boarding dan melewati jalur yang berbeda dengan banyak orang, jadi kamu akan diprioritaskan. Orang lain antri (ratusan), kamu tidak. Begitu kamu duduk di kelas bisnis, si pramugari khusus kelas bisnis akan menyapa kamu. Menyebutkan namamu. Mungkin itu SOP-nya. Bahwa di 5 Stars Skytrack, semua nama penumpang harus dihapal pramugari/a. Tidak terlalu sulit karena hanya ada 12 orang.
Boarding pass Business Class, Sky Priority |
"Selamat Siang Ibu Ningsih Sepniar Lumban Toruan." Sambil dia memasang wajah termanis yang dia punya. Tidak peduli kalau tadi pagi dia baru putus dari pacarnya yang udah pacaran 5 tahun, atau dia baru berantem sama orang tuanya karena sesuatu. Atau memendam cinta selama 5 bulan dengan si pramugara teman dia bertugas. Kamu tidak harus balas kok, bebas. Toh kamu sudah bayar mahal untuk mendapatkan pelayanan itu! Tetapi aku yakin, kalau kamu balas ramah, kamu akan merasa lebih senang.
Si pramugari memberikan handuk panas, fungsinya untuk lap lap tangan atau leher, atau wajah, atau kaki, air mata buaya, atau kaca jendela pesawat, atau dinding pesawat sekalian (Adegan ini jangan ditiru).
Pesawat lepas landas (take off), lampu tanda sabuk pengaman dimatikan. Si pramugari menutup tirai antara penumpang kelas bisnis dan penumpang kelas ekonomi. Kamu akan disuguhkan makanan berat, snack, kue, minuman yang bisa kamu pilih. Kursi kamu berbeda dengan kursi yang lain. Everything is different!
Pesawat ingin mendarat, kebetulan aku kebelet kencing. Begitu tanda sabuk pengamat mati, aku ke WC. Kelas bisnis itu selalu didahulukan, dan aku baru tahu, sebelum semua penumpang di kelas bisnis keluar, penumpang lain tidak bisa keluar. Jadi si pramugari tetap menutup tirai pembatas kelas bisnis dan ekonomi. Setelah aku keluar dari WC dan keluar pesawat, barulah penumpang ekonomi diperbolehkan keluar. Again, kamu prioritas, kamu didahulukan, kamu berbeda.
Btw, ongkos pulang pergi Jakarta-Pontianak waktu itu lebih dari 9 juta rupiah beserta pajak (mana tau kamu penasaran).
Di pesawat aku dikira anggota DPD oleh tetangga seat sewaktu ke Jakarta. Aku menyanggah. "Bukan, Pak. Aku hanyalah air mata yang tidak sempat jatuh ke bumi karena dia tidak rela dihisap oleh akar kelapa sawit!).
Si Bapak tertawa, "Kamu anaknya Joko Pinurbo atau cucunya Rendra, ya?"
"Bukan, aku saudara kembarnya Faisal Oddang".
Tidak percaya aku saudara Kembar Faisal Odang? Cek KTP kami!
***
Lounge Business Clsaa Garuda Indonesia Jakarta Terminal 3 |
It that right? Am i feeling different? Apakah semua orang yang naik kelas bisnis itu membayar lebih mahal dari pada kelas ekonomi? Ah, ternyata tidak juga. Aku sering mendengar orang 'untung' membeli tiket kelas bisnis dengan harga ekonomi. What is spesial about this story? Kenapa aku menulis ini?
Here is my thought: Being rich is fun. Menjadi kaya dan mampu itu menyenangkan. Bukan karena kita akhirnya diprioritaskan, bukan karena kita akhirnya mereasa lebih penting dari pada orang yang naik kelas ekonomi. Tetapi karena kaya = kita meliki lebih banyak pilihan. Ini lah yang aku sadari ketika itu.
Jika kamu punya uang, kamu bebas memilih apakah kamu mau naik kelas bisnis atau ekonomi. Jika kamu punya uang, kamu bebas memilih mau memutihkan gigi atau merasa cukup dengan gigi yang kamu punya sekarang. Jika kamu punya uang, kamu bebas mau kuliah di kampuas manapun. Jika kamu punya uang, kamu bebas mau pakai tas puluhan juta atau beli tas ori yang cuma ratusan ribu. Jika kamu punya uang, kamu bebas memilih ingin hidup sederhana atau hidup 'yah, seperti orang-orang yang kita nyiyirin itu'.
Sebaliknya. Kalau tidak punya, kamu hanya bisa membeli tiket kelas ekonomi, kamu hanya bisa hidup sederhana, kamu hanya bisa beli tas kw, kamu hanya bisa kuliah di tempat yang kamu sebenarnya tidak suka, kamu hanya bisa puas dengan makanan yang 'itu', kamu hanya bisa.... you name it.
Menjadi kaya tidak mengubah 'siapa kamu'. Hanya kamu sendiri yang bisa mengubahnya. Miskin, kaya, gembel adalah hal lain. Hidup sederhana adalah cerita lain.
Sori kalau akhirnya kamu sadar kalau cerita ini bukan tentang 'sepok'. Hehe.
Eh, kalau besok kita ketemu di pesawat jangan kaget ya kalau aku naik kelas ekonomi. Haha.
Akhir kata, aku mau nanya: Pengen kaya enggak?
No comments:
Post a Comment