Tiga dari 51 pidato yang mengubah dunia adalah dari Indonesia. Buku Pidato-pidato yang mengubah dunia ini berisikan 51 pidato dari seluruh dunia yang kebanyakan diungkapkan selama masa perang dunia I dan perang dunia II. Jadi, konteks mengubah dunia yang dimaksud dalam buku ini lebih ke pidato perjuangan para tokoh-tokohnya untuk mempertahankan kemerdekaan negara masing-masing dan membela hak asasi manusia seperti yang dilakukan oleh Marthin Luther King, Jr. Ada beberapa pidato dari kalangan saintis seperti Marie Curie yang berpidato tentang Radio Aktif, yang juga dihubungkan pada pentingnya radio aktif untuk menyembuhkan korban luka perang dengan menemukan letak peluru yang bersarang di dalam tubuh para pejuang yang tertembak di medan perang.
Pidato-pidato yang mengubah dunia. |
Buku ini penting sebagai bahan pembelajaran terhadap 'apa yang terjadi saat perang dunia I dan II' dan buku ini seolah-olah ingin membuktikan bahwa memang benar kalau kata-kata itu tidak diungkapkan secara sembarangan. Apalagi pidato dalam masa perang, haruslah dengan pemikiran yang matang dan penyusunan strategis terlebih dahulu. Dan dampak dari sebuah pidato tidak boleh dianggap enteng karena pada kenyataannya, kata-kata yang disusun dalam bentuk pidato ini bisa mengubah dunia.
Salah satu tokoh yang diceritakan adalah Sir Winston Churchill, perdana menteri Inggris yang waktu itu melawan tirani dari pemerintahan Nazi Jerman: Hitler. Nama Winston Churchill mungkin masih segar diingatan kita karena film tentang dia baru saja tayang di layar lebar Indonesia yang berjudul Darkest Hour. Kita melihat tekad Churchill yang tidak mau menyerah pada Jerman walaupun mereka sedang mengalami krisis besar. Film lain yang juga membahas tentang kegentaran perang pada masa itu adalah Dunkirk yang katanya tidak boleh tayang di Indonesia. Kok jadi ngomongin film ya? Hehe. Film bagi saya sendiri baik untuk menunjukkan permukaan atau gambaran suatu masalah. Pengetahuan lebih lanjut tentang itu haruslah dibaca di buku-buku bagus. Salah satunya dari buku ini.
Bandingkan sikap Winston Churchill dengan pidato Prabowo yang menyatakan atau meramalkan Indonesia akan bubar pada tahun 2030.
Nelson Mandela : Simbol anti perjuangan anti-apatheid dan anti-rasis. Mandela adalah mantan narapidana yang akhirnya menjadi presiden. Dia sangat concern pada pendidikan. |
Tokoh yang pertama sekali dituliskan dalam buku ini adalah Musa. Ya, semua orang pasti mengenal tokoh ini. Dia adalah keturunan Ibrani yang lahir di Mesir sekitar tahun 1527 SM. Dicatat bahwa Musa adalah orang yang pertama sekali menetapkan hukum yang paling dasar bagi peradaban umat manusia. Seperti aturan untuk tidak mencuri, tidak membunuh, tidak berzinah, tidak mengucapkan saksi dusta, tidak mengingini harta benda orang lain, menghormati orang tua, dan hukum lainnya, dicatat pertama sekali oleh Musa karena Perintah langsung dari Tuhan Allah. Menarik bukan? Jadi sebelum ada Musa, belum ada larangan membunuh dan larangan lainnya di bumi ini.
Baiklah, sekarang kita akan membahas tiga orang tokoh dari Indonesia yang pidatonya termasuk ke dalam pidato yang mengubah dunia. Mereka adalah Bung Karno, Bung Tomo dan Jenderal Sudirman.
Kusno Sosrodihardjo atau Ir. Soekarno terkenal sebagai orang yang mampu menyihir banyak khalayak dengan pidatonya. Salah satunya adalah 'Indonesia Menggugat' yang dia sampaikan di depan peradilan pemerintahan Hindia Belanda di Bandung, tahun 1931. Soekarno kerap memulai pidatonya dengan kalimat, "Tuan-tuan yang mulia," atau "Paduka Tuan ketua yang mulia."
Kemudian, apakah dasar yang ke-3? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara "semua buat semua", "satu buat semua", "semua buat satu". Saya yakin syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia adalah permusyawaratan perwakilan -Penggalan pidato Soekarno.
Soetomo dikenal dengan pidatonya yang mampu membangkitkan semangat rakyat melawan kembalinya penjajahan Belanda, Netherland Indies Civil Administration (NICA) yang berpuncak pada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, yang kini diperingati sebagai hari pahlawan.
Kita tunjukkan bahwa kita adalah orang-orang yang benar ingin merdeka. Dan untuk kita, saudara-saudara, lebih baik kita hancur lebur dari pada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: MERDEKA atau MATI. Dan kita yakin, saudara-saudara, pada akhirnya kemenangan pastilah jatuh ke tangan kita sebab Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita sekalian! Allahu Akbar...! Allahu Akbar...! MERDEKA!!! - Penggalan pidato Soetomo.
Jenderal Sudirman awalnya seorang guru dan tetap kalem pada saat menjadi seorang prajurit. Dia hemat berbicara. Namun pidatonya yang sedikit itu dikenang sampai sekarang. Sudirman dikenal sebagai bapak Tentara Indonesia. Meskipun dalam keadaaan sakit paru-paru, dan harus ditandu, Sudirman menolak untuk beristirahat dengan alasan, "Saya sudah bersumpah," dan "Saya akan meneruskan perjuangan. Tempat saya yang terbaik dalah di tengah-tengan anak buah saya."
Anak-anakku, tentara Indonesia, kamu bukanlah serdadu sewaan tetapi tentara yang berideologi yang sanggup berjuang dan menempuh maut untuk keluhuran tanah airmu. Percayalah dan yakinlah, bahwa kemerdekaan suatu negara, yang didirikan di atas timbunan runtuhan ribuan jiwa harta benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia siapapun juga. Berjuang terus, saya tetap memimpin kamu sekalian. Tuhan isya Allah melindungi perjuangan suci kita- Penggalan pidato Sudirman.
Identitas buku:
Judul/ Pidato Pidato yang mengubah Dunia- Kisah dan petikan pidato-pidato bersejarah (Speeches that changed the world).
Penerjemah/ Haris Munandar
Penerbit/ Indonesia (ESENSI, divisi penerbit Erlangga). Versi asli oleh Quercus Publishing PLC.
Jumlah halaman/ 245
Buku ini dibaca karena mengikuti tantangan baca dari Mini Lessons Indonesia (2018 Reading Challenge. Kategori ke-6: Buku yang selalu ingin kamu baca tetapi belum kesampaian.
Buku ini sangat menarik perhatian dari segi warna cover, dan panjang*lebar buku. Karena itu aku sering meliriknya di rak buku Perputakaan daerah Kalbar (Jalan Sutoyo).
Malcolm X: Sempat berbeda pendapat dengan Marthin Luther King Jr dalam membela hak-hak sipil warga kulit hitam (keturunan Afrika) di Amerika. |
No comments:
Post a Comment